Jumat, 20 November 2009

TAFSIR AL-KHAZIN:


TAFSIR AL-KHAZIN: LATAR BELAKANG INTELEKTUAL PENULIS TAFSIR, METODE YANG DIGUNAKAN, CORAK PENAFSIRANNYA, CONTOH AYAT YANG DITAFSIRKAN, PANDANGAN ULAMA TERHADAP TAFSIR, ANALISIS KELEMAHAN DAN KELEBIHAN
Oleh: H. M. Idris. T, SE


I. PENDAHULUAN

Menafsirkan Al-Qur`an berarti berupaya untuk menjelaskan dan mengungkapkan maksud dan kandungan al-Qur`an . Oleh karena objek tafsir adalah al-Qur`an, di mana ia merupakan sumber pertama dan paling utama ajaran Islam sekaligus petunjuk bagi manusia, maka penafsiran terhadap al-Qur`an bukan hanya merupakan hal yang diperbolehkan, bahkan lebih dari itu merupakan suatu keharusan dan kewajiban bagi orang-orang yang memenuhi kualifikasi untuk melakukan itu.
Sebagaimana dimaklumi, bahwa penafsiran terhadap al-Qur`an telah ditemukan, tumbuh dan berkembang sejak masa-masa awal pertumbuhan dan perkembangan Islam. Hal ini disebabkan oleh kenyataan adanya ayat-ayat tertentu yang maksud dan kandungannya tidak bisa difahami sendiri oleh para sahabat, kecuali merujuk kepada Rasulullah SAW.Hanya saja, kebutuhan terhadap penafsiran al-Qur`an ketika itu tidak sebesar pada masa-masa berikutnya.
Sejalan dengan kebutuhan umat Islam untuk mengetahui seluruh segi kandungan al-Qur`an serta intensitas perhatian para ulama terhadap tafsir al-Qur`an, maka tafsir al-Qur`an terus berkembang, baik pada masa ulama salaf maupun khalaf, sampai sekarang. Bahwa banyak di antara ulama tafsir, karena latar belakang dan tujuan tertentu, yang memberi perhatian khusus pada segi-segi tertentu dari kandungan al-Qur`an. Dari sini lahirlah berbagai macam tafsir berdasarkan sumber yakni tafsir bi al-Ma`tsur dan tafsir bi al-Riwayah, dan metode tafsirnya, misalnya metode tahlili, ijmali, dan lain-lain.
Dengan memperhatikan ungkapan di atas, maka dalam makalah ini penulis mencoba membahas tentang: “Tafsir al-Khazin: latar belakang intelektual penulis, metode yang digunakan, corak penafsirannya, contoh ayat yang ditafsirkan, pandangan ulama terhadap tafsir, analisis kelemahan dan kelebihan”.
I. Latar Belakang Intelektual Penulis

Khazin, pengarang tafsir ini adalah Alauddin, Abdul Hasan, Ali bin Muhammad bin Ibrahim bin Amr bin Khalilis –Syaihi, dinisbahkan kepada Syaibah, tukang pemeras susu, al-Baghdadi al-Syafi`i, terkenal dengan Khazin. Termasyur dengan nama itu, karena ia adalah penjaga (khazin) kitab-kitab yang berada di percetakan atau perpustakaan Khaniqah al-Samiitathiyah, di Damaskus. Ia dilahirkan di Baghdad tahun 678 H, wafat di Halb tahun 741 H. . Dalam buku “Studi Ilmu-ilmu al-Qur`an” karya Muhammad Amin Suma disebutkan bahwa “`Ala al-Din Ali bin Muhammad bin Ibrahim al-Bahgdadi yang lebih masyhur dengan panggilan al-Khazin (544-604 H / 1149-1207 M).” Terdapat selisih tahun kelahiran dan tahun wafat al-Khazin. Sementara dalam “Suplemen Ensiklopedia Islam Juz II” disebutkan bahwa wafat Imam Abdullah bin Muhammad yang terkenal dengan nama al-Khazin yaitu Tahun 741 H.
Dia dijuluki al-Khazin (yang berarti penjaga) karena tugasnya itu. Orang yang bekerja di perpustakaan dan mempunyai minat besar terhadap tafsir sudah barang tentu banyak membaca kitab-kitab tafsir yang ada dalam tanggung jawabnya. Dia mengagumi beberapa kitab tafsir dan berusaha menulis tafsirannya sendiri. Di samping itu ia dikenal sebagai tokoh sufi (mutasawwif), selain sebagai juru dakwah
Tafsir al-Khazin lebih populer dengan nama Lubab al-Ta`wil fi Ma`ani al-Tanzil (pilihan penakwilan tentang makna-makna al-Qur`an). Tafsir ini terdiri atas 4 (empat) jilid. Dengan tebal halaman antara 2160-2250.
II. METODE TAFSIR AL-KHAZIN
A. Macam-macam Tafsir Berdasarkan Metodenya
Mengingat al-Qur`an bagaikan lautan yang keajaiban-keajaibannya tidak pernah habis dan kecintaan kepadanya tidak pernah lapuk oleh zaman, adalah sesuatu yang dapat dipahami jika terdapat ragam metode untuk menafsirkannya. Kitab-kitab tafsir yang ada sekarang merupakan indikasi kuat yang memperlihatkan betapa perhatian para ulama untuk menjelaskan ungkapan-ungkapan al-Qur`an dan menerjemahkan misi-misinya.
Studi atas hasil karya penafsiran para ulama sekarang ini, secara umum, menunjukkan bahwa mereka menggunakan metode-metode penafsiran berikut ini:
1. Metode Tahlili (Analitis)
2. Metode Ijmaly (global)
3. Metode Muqaran (Perbandingan)
4. Metode Maudhu`I (Tematik)
1. Metode Tahlili (Analitis)
Metode Tahlili berarti menjelaskan ayat-ayat al-Qur`an dengan meneliti aspeknya dan menyingkap seluruh maksudnya, mulai dari uraian makna kosakata, makna kalimat, maksud setiap ungkapan, kaitan antar pemisah (munasabat), hingga sisi keterkaitan antar pemisah itu (wajh al-Munasabat) dengan bantuan asbab an-Nuzul, riwayat-riwayat yang berasal dari Nabi SAW, sahabat dan Tabi`in. Prosedur ini dilakukan dengan mengikuti susunan mushhaf, yat per ayat, dan surat per surat. Metode ini terkadang menyertakan pula perkembangan kebudayaan generasi Nabi sampai tabi`in, terkadang pula diisi dengan uraian-uraian kebahasaan dan materi-materi khusus lainnya yang kesemuanya ditujukan untuk memahami al-Qur`an yang mulia.
Para ulama membagi wujud tafsir al-Qur`an dengan metode tahlili kepada tujuh macam, sebagai berikut:
a. Tafsir bi al-Ma`tsur (al-Riwayat)
b. Tafsir bi al-Ra`yi
c. Tafsir Shufy
d. Tafsir Fiqhy
e. Tafsir Falsafy
f. Tafsir `Ilmy
g. Tafsir Adaby
a. Tafsir bi al-Ma`tsur
Tafsir bi al-Ma`tsur yaitu penafsiran ayat al-Qur`an dengan ayat al-Qur`an yang lain atau dengan al-Sunnah. Di antara kitab tafsir yang menggunakan corak bi al-Ma`tsur adalah:
1). Jami` al-Bayan fi Tafsir al-Qur`an, karya al-Thabari (w. 310 H).
2). Ma`alim al-Tanzil, karya al-Baghwi (w. 516).
3). Tafsir al-Qur`an al-`Azim, karya Ibnu Katsir (w. 774 H).
4). Al-Dur al-Mantsur fi Tafsir bi al-Ma`tsur, karya al-Suyuthi (w. 911 H).
b. Tafsir bi al-Ra`yi (Berdasarkan Ijtihad)
Tafsir bi al-Ra`yi adalah menafsirkan al-Qur`an dengan ijtihad setelah mufassir bersangkutan mengetahui metode yang digunakan orang-orang Arab ketika berbicara dan mengetahui kosakata Arab beserta muatan artinya. Di antara karya tafsir bi al-Ra`yi adalah:
1). Mafatih al-Ghaib, karya Fakhr al-Razi (w. 606 H).
2). Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta`wil, karya al-Baidhawi (w. 691 H).
3). Madarik al-Tanzil wa Haqa`iq al-Takwil, karya al-Nasafi (w. 701 H).
4). Lubab al-Ta`wil fi Ma`ani al-Tanzil, karya `Ala al-Din Ali bin Muhammad bin Ibrahim al-Bahgdadi atau lebih populer dengan panggilan al-Khazin (w. 741 H).
5) Ruh al-Ma`ani fi Tafsir al-Qur`an wa Sab`u al-Matsani, karya Syihabuddin Muhammad al-Alusy (w. 1270 H)
c. Tafsir Shufy
Sebagai dampak kemajuan ilmu dan peradaban Islam, muncullah ilmu tasauf. Pada perkembangan selanjutnya, terdapat dua aliran tasauf yang turut mewarnai diskursus penafsiran al-Qur`an, yaitu aliran tasauf teoretis dan aliran tasauf praktis.
1). Aliran Tasauf Teoritis
Tafsir aliran tasauf teoretis adalah penafsiran ayat-ayat al-Qur`an disesuaikan dengan teori-teori tasaufnya. Penafsirannya tidak mengikuti cara-cara untuk menakwilkan al-Qur`an dan penjelasannya menyimpang dari tekstual yang telah dikenal dan didukung oleh dalil Syar`i serta terbukti kebenarannya dalam bahasa Arab. Kitab-kitab tafsir yang tergolong ke dalam penafsiran ini antara lain: al-Futuhat al-Makkiyah dan al-Fushush keduanya merupakan buah karya Ibnu `Arabi (w. 238 H).


2). Aliran Tasauf Praktis
Tasauf Praktis maksudnya adalah cara hidup berdasarkan atas hidup sederhana, zuhud, dan meleburkan diri dalam ketaatan kepada Allah. Ulama aliran ini menamai karya tafsirnya dengan tafsir Isyarat, yakni menakwilkan al-Qur`an dengan penjelasan yang berbeda dengan kandungna tekstulnya, yaitu berupa isyarat-isyarat yang hanya dapat ditangkap oleh mereka yang sedang menjalankan suluk (perjalanan menuju Allah).
Di antara kitab-kitab tafsir jenis ini adalah:
a) Tafsir al-Qur`an al-`Azim, karya Imam al-Tusturi (w. 283 H)
b) Haqa`iq al-Tafsir, karya al-`Allamah al-Sulami (w. 412 H)
c) Arais al-Bayan fi Haqa`iq al-Qur`an, karya Imam al-Syirazi (w. 606 H).
d. Tafsir Fiqhy
Dari tafsir bi al-Ma`tsur lahirlah tafsir Fiqhi. Keduanya dinukilkan secara bersamaan tanpa dibeda-bedakan. Tatkala para sahabat menemukan kemusykilan tentang ayat-ayat hukum dalam al-Qur`an, mereka langsung bertanya kepada Nabi SAW. Jawaban Nabi dikategorikan sebagai tafsir bi al-Ma`tsur dan sebagai tafsir al-Fiqhy. Di antara kitab-kitab tafsir fiqhy adalah:
1) Ahkam al-Qur`an, karangan al-Jashash (w. 370 H).
2) Ahkam al-Qur`an, karangan Ibn al-`Araby (w. 543 H).
3) Al-Jami` li Ahkam al-Qur`an, karangan Imam al-Qurtubi (w. 671 H)
e. Tafsir Falsafy
Tafsir Falsafy adalah penafsiran al-Qur`an dengan memakai pemikiran-pemikiran filsafat. Dalam menyikapi hal ini, umat Islam terbagi dalam dua golongan, yaitu:
1) Golongan Pertama, menolak ilmu-ilmu atau tafsir yang bersumber dari kitab-kitab karangan para filosof karena dianggap bertentangan dengan akidah dan agama. Di antara mereka adalah Imam al-Ghazali (w. 505 H) dengan kitabnya Tahafut al-Falasifah, dan al-Fakhr al-Razi (w. 606 H) dengan kitabnya Mafatih al-Ghaib.
2) Golongan Kedua, justru mengagumi filsafat sepanjang tidak bertentangan dengan norma-norma Islam. Mereka berusaha memadukan antara filsafat dan agama serta menghilangkan pertentangan, tetapi gagal. Sebab, tidak mungkin nash al-Qur``an mengandung teori-teori filsafat. Menurut al-Zahabi, tidak pernah seorang filosof mengarang kitab tafsir yang lengkap, melainkan karangan mereka yang terpencar-pencar dalam kitab-kitab filsafat.





f.Tafsir `Ilmy
Tafsir `Ilmy adalah penafsiran dengan cara menafsirkan ayat-ayat kauniyah (alam semesta) dengan bertolak dari proporsi pokok bahasa, kapaitas keilmuan yang dimiliki, dan hasil pengamatan langsung fenomena-fenomena alam. Di antara ulama tafsir yang memperdalam tafsir `ilmy adalah:
1) Imam Fakhr al-Razi dalam Tafsir al-Kabir
2) Imam al-Gazali dalam Ihya` `Ulum al-Din dan Jawahir al-Qur`an
3) Imam al-Suyuthi dalam al-Itqan
g. Tafsir Adaby.
Tafsir adaby adalah penafsiran yang berupaya menyingkapkan keindahan bahasa al-Qur`an dan mukjizat-mukjizatnya; menjelaskan makna dan maksudnya; memperlihatkan aturan-aturan al-Qur`an tentang kemasyarakatan; dan mengatasi persoalan yang dihadapi secara khusus umat Islam dan permasalahan umat lainnya secara umum. Di antar kitab tafsir yang membahas masalah tersebut adalah:
1). Tafsir al-Manar, karya Rasyid Ridha (w. 1354 H)
2) Tafsir al-Maraghi, karya al-Maraghi (w. 1945 H)
3) Tafsir al-Qur`an al-Karim, karya Syech Muhammad Syaltut


2. Metode Ijmaly (Global)
Metode Ijmali yaitu penafsiran al-Qur`an secara global, yakni ,mufassir berupaya menjelaskan makna-makna al-Qur`an dengan uraian singkat dan bahasa yang mudah dipahami oleh semua orang. Di antara kitab tafsir yang menggunakan metode ini adalah:
a. Tafsir al-Jalalain, karya Jalal al-Din al-Suyuthi dan Jalal al-Din al-Mahally
b. Tafsir al-Qur`an al-`Azim, karya Muhammad Farij Wajdi
c. Shafwah al-Bayan li Ma`any al-Qur`an, karya Syekh Husanain Muhammad Makhlut
d. Al-Tafsir al-Muyassar, karya Syekh `Abd al-Jalil Isa
e. Al-Tafsir al-Wasith, diterbitkan oleh Majma` al-Buhuts al-Islamiyah.
3. Metode Muqaran (Perbandingan / Komparasi)
Yang dimaksud dengan metode muqaran atau metode komparasi adalah membandingkan ayat-ayat al-Qur`an yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi, yang berbicara tentang masalah atau kasus yang berbeda, dan memiliki redaksi yang berbeda bagi masalah atau kasus yang sama atau diduga sama. Mufassir yang menempuh metode ini, seperti misalnya al-Khatib al-Iskafi dalam kitabnya Durrah al-Tanzil wa Ghurrah al-Ta`wil.

4. Metode Maudhu`i (Tematik)
Metode maudhu`i atau disebut juga metode tematik, yaitu penafsiran al-Qur`an didasarkan pada tema atau topik tertentu. Mufassir mengumpulkan seluruh ayat-ayat yang berkaitan dengan suatu tema atau persoalan. Kemudian pokok tema tersebut dihubungkan dengan ayat-ayat senada yang terdapat dalam al-Qur`an.
Di antara karya tafsir yang menggunakan metode tersebut adalah:
a. Al-Mar`ah fi al-Qur`an, karya `Abbas al-`Aqqad
b. Al-Riba fi al-Qur`an, karya Abu al-`A`la al-Maududi
c. Al-`Aqidah fi al-Qur`an al-Karim, karya Muhammad Abu Zahrah
d. Al-Insan fi al-Qur`an al-Karim, karya Ibrahim Mahna.
B. Metode Tafsir al-Khazin
Tafsir bi al-Ra`yi muncul sebagai sebuah corak penafsiran belakangan setelah muncul tafsir bi al-Ma`tsur walaupun sebelumnya al-Ra`yi dalam pengertian akal sudah digunakan para sahabat ketika menafsirkan al-Qur`an. Apalagi kalau ditilik bahwa salah satu sumber penafsiran pada masa sahabat adalah ijtihad.
Tafsir Lubab al-Ta`wil fi Ma`ni al-Tanzil atau lebih populer dengan sebutan tafsir al-Khazin adalah tergolong ke dalam tafsir bi al-Ra`yi dengan menggunakan metode tahlili. Kitab ini ditulis dengan redaksi yang sederhana, sehingga mudah difahami. Dalam penafsirannya, penulis juga menggunakan beberapa riwayat dan cerita untuk memperkuat argementasinya. Riwayat atau cerita yang dimasukkan itu kadang-kadang dijelaskan sumbernya.
Dalam Tafsirnya al-Khazin, mufassir menafsirkan ayat-ayat sesuai dengan urutan dan susunan dalam mushaf al-Qur`an. Mufassir memulai tafsirnya dengan mengemukakan arti kosa kata, kemudian diikuti dengan penjelasan maksud ayat secara global. Dalam kajiannya, mufassir ini juga mengemukakan munasabah atau kolerasi ayat-ayat serta menjelaskan bentuk hubungan antara satu ayat dengan ayat lain. Selain itu, mufassir juga menerangkan latar belakang turunnya atau asbab al-nuzul dan menopang uraian dengan hadits, pendapat sahabat, pendapat ulama, dan pandangan mufassir sendiri.
C. Corak Penafsiran al-Khazin
Di antara penyebab yang memicu kemunculan tafsir bi al-Ra`yi adalah semakin majunya ilmu-ilmu keislaman yang diwarnai dengan kemunculan ragam disiplin ilmu, karya-karya para ulama, aneka warna metode penafsiran, dan pkar-oakar di bidangnya masing-masing. Pada akhirnya, karyatafsir seorang mufassir sangat diwarnai oleh latar belakang disiplin ilmu yang dikuasainya. Di antara mereka ada yang lebih menekankan telaah balaghah, seperti al-Zamakhsyari, atau telaah hukum, seperti al-Qurthubi, atau telaah keistimewaan bahasa seperti Imam al Nasafi dan Abi al-Su`ud, telaah mazhab-mazhab kalam dan filsafat, seperti Imam al-razi, , atau telaah sejarah dan kisah-kisah seperti tafsir al-Khazin.
Hal ini tampaknya dapat dipahami sebab di samping sebagai seorang mufassir, seseorang bisa saja juga ahli dalam bidang fiqih, bahasa, filsafat, astronomi, kedokteran, kalam, atau sejarah / peristiwa. Tatkala ada ayat al-Qur`an yang berkaitan dengan disiplin ilmu yang dikuasainya mereka mengeluarkan semua kemampuan pengetahuan tentangnya. Dari sini muncullah madrasah-madrasah tafsir yang beragam sebagaimana telah disebutkan di atas.
Ada tafsir bi al-ra`yi yang dapat diterima (maqbul) dan ada pula yang ditolak (mardud). Tafsir bi al-Ra`yi dapat diterima selama mufasirnya menghindari hal-hal berikut:
1. Memaksakan diri untuk mengetahui makna yangdikehendaki Allah pada suatu ayat, sedang ia tidak memenuhi syarat untuk itu.
2. Mencoba menafsirkan ayat-ayat yang maknanya hanya diketahui Allah.
3. Menafsirkan al-Qur`an dengan disertai hawa nafsu dan sikap istihsan (menganggap baik sesuatu berdasarkan persepsinya).
4. Menafsirkan ayat-ayat untuk mendukung mazhab yang salah dengan cara menjadikan paham mazhab sebagai dasar.
5. Menafsirkan al-Qur`an dengan memastikan bahwa makna yang dikehendaki Allah adalah demikian…, tanpa didukung dalil.
Selama mufassir bi al-Ra`yi menghindari kelima hal di atas dann disertai niat ikhlas, penafsirannya dapat diterima dan pendapatnya dikatakann rasional. Jika tidak demikian, artinya menyimpang dari cara yang dibenarkan, maka penafsirannya ditolak.
Karya tafsir bi al-Ra`yi yang dapat dipercaya, di antaranya:
1. Mafatih al-Ghaib, karya Fakhr al-Razi (w. 606 H).
2. Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta`wil, karya al-Baidhawi (w. 691 H).
3. Madarik al-Tanzil wa Haqa`iq al-Ta`wil, karya al-Nasafi (w. 701 H).
4. Lubab al-Ta`wil fi Ma`ani al-Tanzil, karya al-Khazin (741 H).
D. Contoh-contoh Ayat al-Qur`an yang Ditafsirkan
1. Firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah(2): 34:



Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (al-Baqarah (2):34)
Menurut al-Khazin perintah ini ditujukan kepada seluruh Malaikat dengan dalil Firman Allah surat Shaad (38): 73:


Artinya: “Lalu seluruh Malaikat itu bersujud semuanya.”(Shaad (38):73)
Menurutnya yang dimaksud dengan sujud disini adalah sujud sebagai penghormatan bukan sujud sebagai menyembah atau ibadah, seperti sujud saudara-saudara Nabi Yusuf AS kepada Nabi yusuf AS. Dengan demikian makna sujud adalah taat dan menjunjung tinggi perintah Allah.
Menurutnya, Iblis nama asalnya adalah `Izzazil bahasa Suryani, dan dalam bahasa Arab namanya al-Harts. Ketika Iblis berbuat dosa nama dan rupannya berubah menjadi Iblis. Menurut Ibnu `Abbas bahwa Iblis merupakan golongan Malaikat. Pendapat lain menyatakan bahwa ia berasal dari golongan Jin, karena ia diciptakan dari api, sementara malaikat diciptakan dari Nur. Pendapat terkuat menurut al-Khazin adalah pendapat pertama, yakni Iblis merupakan golongan malaikat





2. Firman Allah SWT surat al-Baqarah (2): 102:



Artinya: ”…Dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut…”(al-Baqarah(2):102)
Menurut al-Khazin seluruh ulama sepakat bahwa malaikat itu maksum (terpelihara dari dosa) dari segi keutamaannya. Dan para Imam mazhab juga sepakat bahwa para utusan malaikat sama dengan para Nabi. Tetapi para ualam berbeda pendapat mengenai malikat yang bukan utusan. Muhaqqiqin dan Mu`tazilah berpendapat bahwa seluruh malaikat itu terpelihara dari maksiat dan dosa. Sementara pendapat lain menyebutkan bahwa malaikat yang bukan utusan itu tidak terpelihara dari dosa, seperti misalnya kisah malaikat Harut dan Marut. Menurut al-Kahzin pendapat yang kuat dalam hal ini adalah bahwa malaikat itu tidak berbuat dosa sebagaimana di ambil dari pendapat Ali bin Thalib, Ibnu Mas`ud, Ka`ab dan dinukilkan dari para ahli sejarah. Ucapan Harut dan Marut melakukan dosa adalah besumber dari orang-orang Yahudi dan Nasrani.



E. Pandangan Ulama Terhadap Tafsir al-Khazin
Tafsir al-Khazin merupakan ringkasan dari Tafsir Baghawi sebagaimana hal itu telah dikemukakan oleh Imam Khazin di dalam muqaddimahnya, dan Tafsir Baghawi adalah ringkasan dari Tafsir Tsa`labi, sebagaimana dikemukakan oleh Ibnu Taimiyah. Ketika Khazin mengemukakan cerita-cerita Israiliyat di dalam tafsirnya, ia tidak mempergunakan satu system tertentu di dalam periwayatannya. Ia mengemukakan kisah yang di dalamnya terdapat hal-hal yang ganjil, hanya saja tidak berkaitan denga akidah. Kita mendapatkannya ia tidak memberikan komentar sama sekali walaupun hanya satu kalimat, dan tidak memberikan gambaran tentang mungkarnya kisah tersebut.
F. Kelebihan dan Kelemahan Tafsir al-Khazin
1. Kelebihan Tafsir al-Khazin
Ada beberapa kelebihan atau keunggulan yang dimiliki tafsir al-Khazin yaitu sebagai berikut:
a. Tafsir al-Khazin adalah sebuah tafsir terkenal ma`tsur karena menyebutkan seluruh peristiwa dengan menyebutkan sanad serta argumentasi atau nama-nama para ulama yang berpendapat terhadap suatu persoalan.
b. Redaksi tafsir al-Khazin sangat mudah dan gampang, tidak berbelit-belit dan tidak sulit untuk dipahami baik bagi kalangan ulama maupun kelompok awam.
c. Memperluas riwayat dan kisah-kisah, di mana hal ini jarang dimiliki tafsir lainnya.
d. Kadang-kadang dalam ayat tafsirnya ia menyebutkan riwayat atau cerita-cerita Israiliyat dengan maksud memperingatkan hal yang batil, kemudian ia menuturkan kisah-kisah yang panjang lalu menunjukkan kelemahan dan kedustaannya.
e. Secara global tafsir ini bagus dan indah.
2. Kelemahan Tafsir al-Khazin
Di samping beberapa keutamaan atau kelebihan yang dimiliki tafsir al-Khazin, juga terdapat beberapa kekurangan atau kelemahan dari tafsir ini yaitu:
a. Secara global tafsir al-Khazin bagus dan indah, kalau saja di dalamnya tidak banyak menyebutkan kisah-kisah dan riwayat yang tidak baik disebutkan, karena lemah dan tidak benar.
b. Dalam pembahasannya kadang-kadang tafsir ini tidak menyebutkan sanad dari riwayat-riwayat yang dituturkannya.
c. Dengan riwayat atau kisah-kisah yang panjang membuat pembaca jenuh dan bosan.
d. Dalam merampungkan cerita atau suatu riwayat, tafsir al-Khazin tanpa memberikan komentar dan menyatakan kecurigaan akan adanya manipulasi dan kelemahan dalam suatu kisah yang dituturkannya.
G. Analisis
Dalam menganalisa beberapa kelebihan dan kelemahan yang dimiliki.tafsir al-Khazin, ada beberapa hal yang perlu dianalisis yaitu:
1. Tafsir ini sekalipun terdapat kelemahan-kelemahannya namun banyak ilmu pengetahuan yang dapat diambil sebagai bahan kajian dan pengembangan pengetahuan tentang tafsir terutama menyangkut dengan riwayat dan pendapat ulama yang disodorkannya.
2. Metode tafsir tahlili yang dikembangkannya telah melengkapi semua persyaratan-persyaratan tafsir, yakni dimulai dari penjelasan kata perkata, uraian makna, asbab al-nuzul dan sejarah atau peristiwa yang berkenaan dengan topik yang dibahas.
3. Bahasa tafsir yang disampaikan tidak berbeli-belit dan mudah difahami terutama bagi mereka yang ingin belajar tafsir.







DAFTAR PUSTAKA



Muhammad Husein aL-Zahabi, Israiliat dalam Tafsir dan Hadith, Terj. Didin Hafidhuddin, (Jakarta: Litera Antar Nusa, 1989).


…………………………………., Penyimpangan-penyimpangan dalam Penafsiran al-Qur`an, Terj.Hamin Ilyas & Machnun Husein, (Jakarta: Rajawali Pers, 1991).


…………………………………., Al-Tafsir wa al-Mufassirun, Juz., I, (Mesir: Dar al-Maktub al-Haditsah, 1976).


Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur`an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001).


Hasan Muarif Ambary…{et al.}, Suplemen Ensiklopedia Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001).


`Ali Hasan al-`Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir, (Jakarta: Rajawali Pers, 1992).

Rosihan Anwar, Ilmu Tafsir, (Bandung: Pustaka Setia, 2000).


Abdul Hayy al-Farmawy, Metode Tafsir Maudhu`i dan Cara Penerapannya, (Bandung: Pustaka Setia, 2002).


M. Quraish Syihab, Membumikan al-Qur`an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: MIzan, 1998).


T.H. Thalhas dan Hasan Basri, Spektrum Saintifika al-Qur`an, (Jakarta: Bale Kajian Tafsir al-Qur`an Pase, 2001).


Imam `Alau al-Din `Ali bin Muhammad bin Ibrahim al-Bahgdadi, Tafsir al-Khazin, Juz. I, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t).


St. Amanah, Pengantar Ilmu al-Qur`an dan Tafsir, (Semarang: Asy-Syifa`, 1994).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar